RIM harus diakui memang sedang berada di ujung
tanduk saat ini. Walaupun mereka terus merilis variasi terbaru dari
handset Blackberry mereka, animo pasar global tampaknya mulai menurun.
Blackberry memang tampil semakin bertenaga, namun dukungan aplikasi dan
fitur yang tak jauh berbeda membuatnya kurang dinikmati. Apalagi RIM
kini juga sedang menghadapi tuntutan hukum atas kegagalannya
mempertahankan kualitas jaringan yang sempat mati di Eropa. Lantas
bagaimana RIM berjuang untuk mempertahankan eksistensinya? Percaya atau
tidak, jawabannya adalah Indonesia.
Indonesia kini menjadi basis RIM untuk mendapatkan keuntungan
maksimal dari setiap handset Blackberry yang ada. Fungsinya sebagai
sebuah handset yang lebih banyak digunakan untuk bekerja bergeser di
negara kita yang tercinta. Lebih banyak user yang menggunakannya sebagai
smartphone untuk media sosial, dimana Blackberry Messenger menjadi
fitur paling diminati. Oleh karena itu, Blackberry menyentuh semua
lapisan masyarakat di sini, tidak hanya golongan para pekerja, namun
juga remaja hingga anak sekolah dasar. Percaya atau tidak.
Ketika
pasar RIM di Amerika Serikat mulai tergeser oleh iPhone dan Android
hingga hanya mampu mencapai 13 persen dari total keseluruhan smartphone
yang ada, Indonesia mulai dilirik sebagai pasar yang lebih potensial.
CBC news menangkap dan berusaha menjelaskan fenomena ini. Dengan
menguasai 46% persen dari pasar smartphone di Indonesia, Blackberry memang menjadi ponsel pintar yang paling populer. Untuk gambaran kasarnya? Ada sekitar 42 orang
yang memiliki Blackbery dari 52 orang Indonesia yang sedang makan di
sebuah restauran. RIM juga kini juga mulai merilis beragam varian
Blackberry untuk pasar Indonesia terlebih dahulu dibandingkan negara
lain.
Walaupun terhitung sebagai perangkat yang mahal, RIM berhasil
melakukan penetrasi pasar dengan efektif melalui mekanisme kredit yang
lumrah di Indonesia. Dukungan operator yang menyediakan layanan BIS yang
cukup murah juga dianggap sebagai dasar mengapa Blackberry begitu
populer di sini. Dengan pertumbuhan yang signifikan, Indonesia menjadi
penyumbang terbesar pendapatan RIM secara global, bersama dengan Afrika
Selatan dan negara Amerika Latin. Tidak berlebihan jika julukan “Negara Blackberry” mulai disematkan pada negara kita, sebagai satu kelompok konsumen yang masif.
Namun “prestasi” ini akhirnya harus berakhir pada satu hal yang cukup
ironis. Walaupun Indonesia menjadi kontributor pendapatan yang
signifikan untuk RIM, timbal balik yang kita rasakan cenderung tidak
terasa sama besar. Tidak ada layanan service center yang tersebar untuk
mengakomodir kebutuhan layanan purna jual semua pemilik Blackberry di
Indonesia. Hal lain yang cukup membuat kecewa? Keputusan RIM untuk
membangun pabrik di negara tetangga dan meninggalkan
Indonesia sebagai “hanya” negara konsumen saja. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika pemerintah kita mulai sering berteriak dan menuntut
RIM untuk melakukan banyak hal. Karena pada akhirnya, kita memang
berhak.
0 komentar:
Posting Komentar